Case Pesawat Tempur
Rencana Awal…
Vice President Corporate Communication PT Dirgantara Indonesia (PT DI) Sonni Ibrahim mengatakan, sejak 2010 lalu Indonesia sudah mulai merancang pesawat tempur sendiri.
Indonesia saat ini sudah memulai proses perancangan pesawat tempur. Proyek ini sudah dimulai sejak 2010 lalu, kata Sonni ketika ditemui detikFinance diacara Airshow The 12th Langkawi Internasional Maritime and Exhibition, Malaysia, Kamis (28/3/2013).
Proyek ini merupakan proyek negara dan PT DI sebagai BUMN produsen pesawat ikut berpartisipasi di dalamnya.
Saat ini prosesnya sudah menyelesaikan tahap I yakni tahap teknologi dan development. Tahap ini dimulai sejak 2010 lalu dan Desember 2012 sudah selesai. Saat ini kita masuk dalam tahap ke II yakni Tahap Go no Go, ungkap Sonni.
Seperti diketahui, Indonesia terus meningkatkan peralatan militernya, sejak 2012-2014 setidaknya akan ada 60 pesawat tempur berbagai jenis dimiliki Indonesia. Indonesia juga saat ini mempunyai beberapa pesawat tempur mulai dari F5, F16, Sukhoi, Su30, dan lainnya.
Kemudian…
Rencana Indonesia lewat PT Dirgantara Indonesia (PT DI) bekerjasama dengan Korea Selatan untuk membuat pesawat tempur ditunda untuk sementara. Apa alasannya?
Kepala Parlemen Korsel Ahn Hong-Joon mengatakan, saat ini pemerintah Korsel sedang kesulitan mencari dana untuk proyek yang cukup mahal tersebut.
“Sekarang sebenarnya bukan pemberhentian kerjasama, tapi pemerintah Korsel lagi kesulitan sediakan dana untuk program itu, karena ini proyek sangat banyak telan dana. Kita lagi teliti dan review ulang jenis pesawat. Kita akan lebih detil untuk siapkannya (pesawat yang dikembangkan). Jadi kalau kita sudah menentukan jenisnya (pesawat tempur) pasti kita siapkan anggarannya,” tutur Hong-Joon usai bertemu Kepala Komite Ekonomi Nasional (KEN) Chairul Tanjung di Menara Bank Mega, Jakarta, Kamis (16/5/2013).
Hong-Joon mengatakan, dalam waktu yang tidak lama lagi, Indonesia dan Korsel bisa bersama-sama mengembangkan pesawat tempur yang rencananya diberi nama Korea Fighter Xperiment/Indonesia Fighter Xperiment (KFX/IFX). “Perkiraan saya tidak begitu lama. Kelihatannya bisa tahun ini,” ucap Hong-Joon.
Dalam proyek ini, rencananya pemerintah Indonesia berkontribusi hanya 20%, selebihnya oleh pemerintah dan BUMN strategis Korsel. Rencananya dari proyek ini akan diproduksi pesawat tempur KFX/IFX atau F-33 yang merupakan pesawat tempur generasi 4,5 masih di bawah generasi F-35 buatan AS yang sudah mencapai generasi 5. Namun kemampuan KFX/IFX ini sudah di atas pesawat tempur F-16. Pesawat KFX/IFX akan dibuat 250 unit, dari jumlah itu Indonesia akan mendapat 50 unit di 2020. Harga satu pesawat tempur ini sekitar US$ 70-80 juta per unit.
Sebelumnya PT DI akan terlibat dalam pengembangan dan produksi pesawat jet tempur buatan Indonesia. Pesawat itu dikembangkan atas kerja sama Kementerian Pertahanan Korea Selatan dan Indonesia, pesawat tempur KFX/IFX.
Direktur Utama Dirgantara Indonesia Budi Santoso menuturkan, untuk mengembangan pesawat yang lebih canggih dari F-16 dan di bawah F-35 ini, PT DI telah mengirimkan sebanyak 30 orang tenaga insinyur ke Korsel untuk terlibat dalam pengembangan proyek pesawat temput versi Indonesia dan Korsel.
“Baru pulang Desember (2012) 30 orang. Kami mengirim atas nama Kemenhan. Jadi 1,5 tahun tim kita ada di Korea. Kita 1,5 tahun sama-sama mendesain. Kita ada yang belajar dari Korea, dan Korea ada yang belajar dari kita (PT DI),” tutur Budi.
Kenyataan Sekarang…
Keputusan pemerintah akan menerima pesawat tempur bekas Angkatan Udara Amerika Serikat. Hibah itu terkesan kita ini negara tidak mampu. Cuma bisa pakai yang bekas. Padahal, jelas Hasanudin, Komisi I sudah menyetujui rencana TNI AU yang akan membeli pesawat tempur baru. Sedianya, pada 2011, TNI AU akan membeli enam unit pesawat tempur F 16 blok 52 terbaru dengan total harga USD 600 juta. Namun tiba-tiba rencana itu dibatalkan Kepala Staf TNI AU.
Dengan menerima hibah sebanyak 24 unit pesawat tempur jenis F16, TNI AU justru mengeluarkan biaya besar untuk peremajaan. Langkah TNI-AU menerima pesawat hibah tidak tepat dari sisi strategi pertahanan dan efisiensi anggaran. Karena ongkos perawatan pesawat tempur tua lebih mahal ketimbang beli yang baru. Di sisi strategi pertahanan, teknologi pesawat tempur tua juga sudah ketinggalan zaman.
Dari jumlah pesawat mungkin bertambah. Tapi dari efek daya tangkal terhadap sistem pertahanan udara hampir tak ada artinya karena negara-negara sekitar kita pun sudah mau meng-grounded kan pesawat-pesawat tua ini,
Ada pihak-pihak yang mencari keuntungan dari proses hibah pesawat tempur bekas. Mengingat, proses perawatan dan pembelian komponen cadangan yang mengharuskan melalui pihak ketiga. Dia berharap, ke depan, pemerintah dan DPR bisa duduk bersama guna menentukan definisi hibah.
“Agar hibah benar-benar murni, tidak ada motif politik negara lain yang sifatnya mengikat. Apalagi hanya menguntungkan calo,” tegas Hasanuddin.
Case KRL
Kondisi PT INKA….
Madiun (ANTARA News) – PT Industri Kereta Api (INKA) ikut bersaing untuk mengikuti tender pengadaan KRL di Manila, Filipina, dengan negara produsen kereta lainnya seperti China, Jepang, dan Korea. “Saat ini masih proses tender. Submit dokumen baru dilakukan awal bulan depan,” kata Direktur Produksi dan Teknologi Yunendar Aryo Handoko di kantor pusat PT INKA di Madiun, Jawa Timur, Jumat.
Filipina membuka proyek tender untuk pengadaan 40 gerbong kereta. Proyek berjangka dua hingga tiga tahun itu dipastikan berjalan pertengahan tahun. INKA akan memasang harga Rp40 miliar untuk setiap rangkaian seperti harga KRL Jabodetabek umumnya.
“Tetapi seperti apa detailnya belum tahu. Bisa saja mereka nanti minta kereta semi-finish. Jadi seperti pemasangam kursi dilakukan di sana agar tetap ada brand negaranya,” jelas Yunendar. Proyek ini menjadi taget ekspor pertama INKA pada 2013. INKA baru saja merampungkan ekspor enam gerbong kereta KRL ke Malaysia akhir tahun lalu dan kini sedang masuk tahap pengujian.
Sebagai perusahaan industri kereta api satu-satunya di Asia Tenggara, INKA berhasil mengekspor produknya ke berbagai negara, termasuk 50 kereta penumpang ke Bangladesh, selain menjual kereta gerbong ke Thailand, Australia, dan Singapura. China akan menjadi pesaing terkuat dalam tender di Filipina ini.
Kalau dari segi kualitas, lanjut Yunendar, INKA dapat mengimbangi China.”Hambatan kita itu mereka pasang harga murah dengan barang yang sama, bedanya bisa sampai 10-15 persen,” ujar Yunendar.
Namun…
PT KAI Commuter Jabodetabek akan mendatangkan hingga 180 unit gerbong kereta rel listrik (KRL) bekas asal Jepang tahun 2013. Jumlah itu cukup besar dari rencana semula, karena stok gerbong KRL di Jepang sangat berlimpah.
Dalam rencana awal, PT KAI Commuter Jabodetabek hanya ingin mendatangkan 100 unit/gerbong KRL tahun 2013. Tetapi karena stok KRL bekas yang jumlahnya banyak di Jepang membuat PT KAI Commuter menambah jumlah pembelian.
“Di sana jumlahnya banyak (KRL bekas di Jepang yang siap di beli), ya dalam hitungan kami akan datangkan 100-180 unit di tahun 2013 ini,” imbuhnya.
Eva menjelaskan untuk harga per unit atau gerbong Kereta Rel Listrik (KRL) bekas dari Jepang hanya membutuhkan Rp 1 miliar/unit. “Harga per unit/gerbong itu kisarannya hanya Rp 1 miliar. Kita akan mulai datangkan pertengahan tahun 2013 secara bertahap seperti yang kita lakukan pada tahun 2012 di mana kita datangkan 90 unit KRL juga secara bertahap,” jelas Eva.
Dalam catatan PT KAI Commuter Jabodetabek pada awal Januari 2012, jumlah penumpang KRL Commuter Jabodetabek tercatat 320 ribu orang per hari. Sedangkan pada akhir Desember 2012, jumlah penumpang dilaporkan meningkat menjadi sebanyak 450 ribu orang per hari. Sejak 2008, hingga kini KAI Commuter telah mendatangkan 308 unit KRL.
Silakan Anda simpulkan sendiri dari berita-berita di atas….